Selasa, 15 Juni 2010
Rabu, 02 Juni 2010
Seminar
Hari ini dikampus diadakan Seminar Akademik Jurusan Pendidikan Agama Hindu. Ruang seminar udah penuh.. Yaaa jadinya gue hanya bisa diluar, berdiri lagi coz dah ga ada lagi kursi kosong. Panas juga sich, tp nothing. Gue harus tetep harus menunggu dosen, gue harus dapat tanda tangan mereka buat syarat ujian besok. Yaaa mau ato nggak harus menunggu... Padahal masih banyak lagi urusan yang gue yang belum kelar yg menjadi beban pikirin. Gue pusing bukan karena mau sidang, tetapi mikirin syarat2 yg belum gue lengkapin dan waktunya udah mepet banget. Belum lagi memotocofy SK, ngasih naskah buat tim penguji, persiapan snack buat dan terlebih lagi persiapan belajar. Aduhhhh bisa BUSAU juga kalo kayak gini. Tapi ini semua demi karier gue,. Hidup itu harus ada perjuangan, tanpa perjuangan nggak mungkin bisa meraih sukses....
Selasa, 01 Juni 2010
Dia katawan judul a..
Cuma tinggal beberapa hari lagi, gue akhirnya sidang skripsi juga... Terus dikasih waktu buat revisi selama 2 minggu.. Terus ngurus pendaftaran yudisium yg tepatnya tanggal 24 juli 2010 kemudian dilanjutin dengan wisuda tanggal 26 juli 2010. Setelah itu beban gue berkurang sedikit... Hmmm gak kebayang gimana gue entar waktu wisuda, pake toga dengan postor tubuh gue yang gak gede gini teruz disaksikan banyak orang terlebih lagi akan didampingi ortu gue yg telah berkorban sepenuhnya buat kelulusan dan kuliah gue. OMG, gue bakalan menyandang gelar Sarjana Pendidikan Agama Hindu (S.Pd AH). Hehehehehe. Setelah selasai itu semua, gue akan ninggalin Kota Cantik Palangka Raya ini dan kembali ketanah kelahiran gue yakni LABUHAN tepatnya didaerah Kalimantan Selatan yang jaraknya memakan waktu kurang lebih satu hari dari Palangka Raya. Disana entar gue pengen kembali kedunia yang selama 5 tahun gue tinggalin because harus nyelesæn study. Bangga juga bisa kuliah diluar provinsi meskipun harus melewati berbagai macam cobaan dan tantangan hidup yang begitu berat. Semoga semuanya cepat berlalu,. Dan gue hanya bisa berkata "selamat tinggal KALAKAI je melæ pangaringan likut kampus te, mangat kakawalan je beken tau kuman kalakai kea, n mangkeme pambelum je susah metuh sakula tuntang kejau umba uluh bakas"... Hehehehe..
Sabtu, 29 Mei 2010
Anak Kost
Gak terasa dah brada di akhir bulan.. Dimana udah memasuki zona krisis, krisis uang n pangan n krisis cinta. Hmmmm. Tapi yg ngrasain kayak gini nggak cuma gue doang, masih banyak juga temen-teman yg senasib..
Sejak menjadi anak kost, gue ngarasain betapa pentingnya penerapan ilmu ekonomi n akuntansi.. Berbagai problematika gue alamin.. Dari suka ampe duka. Waktu have fun trasa banget setelah mengadakan penarikan di ATM. Muka yg diliputi duka selama kere, berubah menjadi senyuman. Tapi disatu sisi, muncul lag pehe kuluk mikirin pengeluaran yg harus sesuai dengan keperluan hidup. Berbicara penderitaan ngekost, ieecchhh komplet buanget.. Dimulai dari minggu ketiga dlm 1 bulan dah mulai kerasa sekale. Terus tugas numpuk, bwt makan sulit, belum lagi menghadapi serangan tagihan ibu kost. Mau ato tidak, jurus trakhir adalah ngutang ama temen-temen... Berbicara makanan, yg menjadi menu favorit adalah mie, telor n sarden (dawen Jawau N Kalakai kalo ada jg d'sikatt).. Mau makan d'restoran mahal, takutnya ga punya jatah jajan buat besok..(yg sabar ada pribahasa mengatakan "Berakit-rakit kehulu, berenang-renang ketepian") Aduhhh, pusing dech jadi anak kost.. Padahal waktu gue SMA dulu, pengen buangat jadi anak kost biar bisa hidup bebas. Tp sekarang... Pikir-pikir lagi.
Disisi læn kost juga membawa kemajuan n kebahagian buat gue,. Gue banyak dapat temen-teman baru n bisa belajar hidup mandiri. Nahh, dari sini gue ngarasa sedih lagi because harus ninggalin kehidupan sbg anak kost yang telah gue rintis selama 5 tahun ini, terus gue juga harus terpisah ama temen-temen nöngkrong, temen waktu Busau, temen-temen di kampus, temen purung parang kane kate., temen dugem n clubing, temen curhat, temen party, temen tempat ngutang, n temen seperjuangan yang slalu menghibur n membuat gue bisa tersenyum di kala sedih. Banyak pengalaman dech, rasanya gue ga pengen ninggalin mereka, apa jadinya hidup gue kalo tanpa temen-temen... Meskipun gue udah jauh ama kalian, namun kalian tetap menjadi teman-temen n sahabat gue. I Miss U all.. Sahey
Sejak menjadi anak kost, gue ngarasain betapa pentingnya penerapan ilmu ekonomi n akuntansi.. Berbagai problematika gue alamin.. Dari suka ampe duka. Waktu have fun trasa banget setelah mengadakan penarikan di ATM. Muka yg diliputi duka selama kere, berubah menjadi senyuman. Tapi disatu sisi, muncul lag pehe kuluk mikirin pengeluaran yg harus sesuai dengan keperluan hidup. Berbicara penderitaan ngekost, ieecchhh komplet buanget.. Dimulai dari minggu ketiga dlm 1 bulan dah mulai kerasa sekale. Terus tugas numpuk, bwt makan sulit, belum lagi menghadapi serangan tagihan ibu kost. Mau ato tidak, jurus trakhir adalah ngutang ama temen-temen... Berbicara makanan, yg menjadi menu favorit adalah mie, telor n sarden (dawen Jawau N Kalakai kalo ada jg d'sikatt).. Mau makan d'restoran mahal, takutnya ga punya jatah jajan buat besok..(yg sabar ada pribahasa mengatakan "Berakit-rakit kehulu, berenang-renang ketepian") Aduhhh, pusing dech jadi anak kost.. Padahal waktu gue SMA dulu, pengen buangat jadi anak kost biar bisa hidup bebas. Tp sekarang... Pikir-pikir lagi.
Disisi læn kost juga membawa kemajuan n kebahagian buat gue,. Gue banyak dapat temen-teman baru n bisa belajar hidup mandiri. Nahh, dari sini gue ngarasa sedih lagi because harus ninggalin kehidupan sbg anak kost yang telah gue rintis selama 5 tahun ini, terus gue juga harus terpisah ama temen-temen nöngkrong, temen waktu Busau, temen-temen di kampus, temen purung parang kane kate., temen dugem n clubing, temen curhat, temen party, temen tempat ngutang, n temen seperjuangan yang slalu menghibur n membuat gue bisa tersenyum di kala sedih. Banyak pengalaman dech, rasanya gue ga pengen ninggalin mereka, apa jadinya hidup gue kalo tanpa temen-temen... Meskipun gue udah jauh ama kalian, namun kalian tetap menjadi teman-temen n sahabat gue. I Miss U all.. Sahey
Rabu, 26 Mei 2010
SEJARAH UPACARA ARUH
Pada jaman dahulu di jaman Nini Balian Ranggan ada seorang yang bernama Maharaja Kalih atau Datu Turun Angin hidup di kediamannya bersama istrinya, mereka hidup rukun dan damai, hidup bersuami istri tidak pernah terjadi pertengkaran. Dalam kehidupan berumah tangga mereka dikaruniai delapan orang anak yang kesemuanya laki-laki, adapun nama masing-masing tersebut adalah: (1) Angin Panambai; (2) Panggugur Warik; (3) Paruntun Manau; (4) Pamunggal Tompo; (5) Pambalah Batung; (6) Panimba Sagara; (7) Pamapas Haip; dan yang paling bungsu yang ke-8 bernama Pamunggal Munggu.
Ke delapan bersaudara ini tumbuh semakin besar dan makannyapun semakin banyak, sehingga menyebabkan kedua orang tuanya tidak mampu lagi memberi mereka makan. Melihat kenyataan ini lalu Maha Raja Kalih dan istrinya berunding, untuk mencari jalan keluarnya, yakni guna menjauhkan putra-putra mereka dari mereka. Hal ini mengingat makannya yang luar biasa, sangat banyak sehingga hasil panen padi yang berlimpah ruah dari perladangan seluas delapan buah gunung delapan buah sungai yang seharusnya cukup untuk beberapa tahun, hanya dimakan beberapa hari sudah habis. Oleh karena itu, pada suatu hari sang ayah mengajak putra-putranya berburu ke dalam hutan, dan mereka terus saja berjalan menuju arah barat atau kepaguguran. Sudah masuk jauh ke dalam hutan perjalanan merekapun semakin jauh masuk ke dalam hutan, dan setelah diperkirakan putranya tidak ingat dengan jalan menuju pulang, maka sang ayahpun pulang sendirian. Sesampai di rumah karena sang istri bertanya mana anak kita? jawab sang suami mereka aku sesatkan, sehingga kita tidak perlu susah payah lagi, memikirkan bagaimana cara memberi mereka makan.
Terkait dengan upacara Aruh, sebenarnya Maharaja Kalih belum mengenal adanya Upacara Aruh dan tidak mengenal ajaran Nini Balian Ranggan sebagaimana yang telah beliau ajarkan kepada pengikutnya.
Diceritakan putra-putra Maha Raja Kalih yang ditinggal ayahnya di dalam hutan, setelah hari menjelang sore mereka berkumpul delapan bersaudara dengan membawa hasil buruannya masing-masing. Diantaranya ada yang bertanya dimanakah kita ini salah seorang menjawab entahlah aku juga tidak tahu, dan ada salah seorang lagi bertanya ayah kita kemana? Lalu kata Pamunggal Munggu apakah kakak semua tidak ada yang mengetahui atau mengerti tentang maksud ayah mengajak berburu ke hutan ini? dijawab oleh saudara-saudaranya tidak kami tidak mengetahuinya. Pamunggal Munggu berkata kalau memang diantara kalian tidak ada yang tahu sekarang saya jelaskan tentang maksud ayah membawa kita ke dalam hutan adalah untuk menjauhkan kita, karena orang tua kita tidak sanggup memberi kita makan, mengingat makan kita sangat banyak. Tetapi ini telah menjadi kehendak Nining Bahatara, jika tidak tidak mungkin kita semua lupa dengan jalan menuju pulang. Kemudian mereka sepakat untuk tinggal di sana mereka membuat api dengan cara memukulkan besi dengan batu yang keras, guna menghangatkan badan dan memasak daging hasil buruan. Di damping itu mereka juga membuat gubuk sebagai tempat tinggalnya di dalam hutan. Pendek kata pekerjaan delapan orang bersaudara ini hanya berburu saja dan dagingnya dimasak dengan dipanggang supaya awet.
Setiap daging hasil buruan tersebut dimasak dengan dipanggang supaya tidak cepat membusuk, keesokan harinya delapan bersaudara ini pergi berburu dan setelah pulang mereka masing-masing mencari daging panggang guna menutup perut yang sudah lapar.
Pada suatu hari setelah pulang dari berburu, perut mereka lapar dan mereka ingin mengambil daging yang sudah dimasak sebagimana biasanya,tetapi ternyata semua daging pangang mereka telah habis tidak tersisa. Sedikitpun, hal ini menimbulkan rasa heran dari ke delapan bersaudara ini, tetapi salah seorang berkata kita semua harus sabar dan biar daging yang baru kita dapat hari ini kita masak untuk makan hari ini dan untuk persediaan besok. Keesokan harinya mereka kembali pergi berburu ke dalam hutan, dan sore harinya mereka baru pulang, sesampai di gubuk, mereka kembali kaget karena daging panggang semua panggangan kembali habis tanpa sisa tanpa diketahui siapa yang mengambilnya. Kemudian mereka delapan bersaudara sepakat untuk menunggu secara bergantian menurut urutan lahir.
Mendapat tugas jaga pertama ialah Angin Panambai, tapi apakah yang terjadi, ternyata sampai pada hari keenam atau orang keenam mendapat tugas jaga sama sekali tidak ada yang berani menunggu, dan mereka semua lari, sehingga setelah saudaranya yang bertujuh pulang dari perburuan dengan kondisi perut yang sangat lapar ditambah lagi harus mencari saudaranya yang tidak ada di tempat, sedangkan dagingnya pun terus saja hilang tanpa sisa. Setelah ditanya mengapa mereka lari dan semuanya memberi jawaban yang serupa yaitu diperkirakan jam 12 siang, dari arah barat terdengar suara seperti angin topan yang sangat hebat, kayu kedengaran seperti tumbang dan berjatuhan, namun setelah dilihat ke arah bunyi tersebut pohon sedikitpun tak ada yang bergerak. Mereka merasa sangat takut yang, sehingga memutuskan untuk lari.
Sekarang sampilah pada saudaranya yang ketujuhya yaitu Pemapas Haip yang mendapat tugas jaga, Pemapas Haip setelah mendengar suara seperti pengalaman kakaknya terdahulu, iamemperhatikan sumber suara tersebut yang ternyata semakin dekat bunyi tersebut semakin kecil, dan muncul manusia yang berbadan berkulit besar dan hitam. Melihat pemandangan ini timbullah rasa takut, sehingga ia mencari perlindungan sambil memperhatikan dari jauh, manusia berbadan besar berkulit hitam tersebut langsung menuju kepanggangan daging dan memakukannya ke belakang badanya. Ternyata di belakangnya ada tempat tersedia tempat dan setelah itu ia kembali ke arah datangnya bunyi tersebut. Setelah diperkirakan aman barulah Pemapas Haip kembali ke gubuk.
Di dalam gubuk berkatalah adiknya Pamunggal Munggu, katanya kakak semua sudah mendapat tugas jaga dan besok tibalah giliranku untuk jaga. Jadi dalam menjalankan tugas yang berat ini, aku memohon doa restu dari kakak semua, sehingga dapat menjalankan tugas dengan baik dan selamat. Iya jawab kakak-kakaknya, pada saat Pamunggal Munggu yang mendapat giliran menjaga gubuk mereka tiba-tiba terdengar seperti angin topan yang amat hebat, dan benar apa yang dikatakan kakaknya Pamapas Haip tentang makhluk besar hitam yang datang dan langsung menuju ke tempat panggangan daging diletakkan dan memasukkannya ke belakangnya. Berkatalah Pamunggal Munggu, kek untuk apa membawa daging kami?, maka terkejutlah makhluk tersebut mendengar suara menegurnya, jawabnya oh cucu untuk Aruh, kalau begitu bolehkan saya membantu memasukkan daging itu ke belakangmu kek? mari kek saya membantu memasukannya, tetapi setiap ia membantu memasukkan daging tersebut dicampurnya dengan sepotong kayu yang berisi api. Sambil memasukkan daging ia bertanya, kakek ini siapa dan kemana pulangnya? jawab si makhluk “ih cu kenapa terasa panas?, karena baru diangkat dari panggangan kek, setelah daging tersebut habis, kakek itu memohon diri menuju ke arah datangnya semula. Awas dalam hati Pamunggal Munggu kalau api yang di belakangmu menyala baru tahu rasa pencuri biadab, kemudian Pamunggal Munggu berkeinginan untuk menyusulnya, tapi tiba-tiba ia dikejutkan oleh bunyi halilintar membelah bumi, lalu disusul, dengan suara menggelegar ternyata Jukut Garumbang Balakang mati terbakar. Nah kata Pamunggal Munggu, sekarang kamu telah menerima balasan yang setimpal dari perbuatan jahatmu.
Pamunggal munggu kemudian terus berjalan karena ingin tahu tempat asal makhluk tersebut, ternyata tampak olehnya dari jauh di tengah ladang ada sebuah balai, sesampai di halaman balai ia bertanya katanya bolehkah sekarang saya mampir?, kemudian disahuti oleh yang punya balai katanya silahkan masuk!, maka masuklah Pamunggal Munggu dan disambut dengan cara yang sangat hormat sekali. Dalam hati Pamunggal Munggu sungguh tidak disangka bahwa pemilik balai adalah wanita semua, apalagi si tuan rumah sangat ramah dan cantik yang memperlihatkan senyumnya yang menusuk perasaan setiap orang yang memandangnya. Dengan tidak sengaja bertanyalah Pamunggal Munggu, katanya ding dimanakah ayahmu? jawab salah satu dari mereka ayah kami pergi mencari daging ke dalam hutan, karena kami akan melaksanakan Aruh, akan tetapi sampai sekarang belum juga kembali, sedangkan biasanya pukul 12.00 siang sudah datang dengan membawa daging yang sudah matang. Dalam hati Pamunggal Munggu ayah kalian takkan pernah kembali karena telah meninggal dunia dan ternyata yang mengambil daging kami setiap hari adalah ternyata ayah mereka.
Pembicaraan diantara mereka terus berlanjut dan setelah saling mengenal, maka si tamu (Pamunggal Munggu) mengutarakan maksudnya untuk melamar mereka delapan bersaudara. sekaligus juga melamarkan kakak-kakaknya. Hal ini mengingat mereka sama-sama bersaudara delapan orang, dan pasangannya menurut urutan lahir. Berkatalah si punya balai yang paling bungsu, kaka ini memang pandai mengatur dan seandainya kakak sendiri tak ada pasangan bagaimana?, andaikata aku tidak ada pasangan tentu saja tidak mungkin kita dipertemukan oleh Nining Bahatara.
Hari hampir sore dan Pamunggal Munggu sebelum mohon diri berkata saya akan datang, besok kami ke sini kita untuk memperkenalkan kakak-kakak saya sekaligus menentukan hari perkawinan, Pamunggal Munggu mohon diri. Beberapa saat sesampai di tempat tinggalnya, dari jauh kedengaran kakak-kakaknya sudah pulang dari perburuan. Baru di lihat oleh kakaknya bahwa daging sedikitpun tak ada yang tersisa, maka kakak-kakanya menertawakan Pamunggal Munggu dengan maksud mengejek adiknya yang ditugaskan menjaga daging. Pamunggal Munggu berkata, tenang dulu jangan senang menertawakan dan mengejek aku seperti itu, akan ku ceritakan segala pengalaman ku hari ini, baik mengenai pertemuannya dengan Jukut Garumbang Balakang, maupun dengan putri-putrinya yang berjumlah delapan orang yang kesemuanya belum menikah. Mendengar cerita tersebut, maka tambah ramailah gelak tawa kakak-kakaknya semua bahkan ada yang meloncat kegirangan dan ia sambil berkata dasar beruntung bertuah adik kita.
Keesokan harinya pergilah Pamunggal Munggu bersama kakak-kakaknya ke tempat dimana putri-putrinya Jukud Garumbang Belakang itu tinggal, sesampai di sana mereka diterima dengan sopan dan hormat.
Mereka disuguhi panginangan, si tuan rumah bertanya pada si tamu tentang maksud kedatangannya, jawab si tamu bahwa kedatangannya ingin menyambung pembicaraan adiknya kemarin, bahwa kedatanganya ingin melamar adik semua untuk kami jadikan istri. Kami sepakat tentang pasangan kita menurut urutan lahir yaitu: anak pertama dengan anak pertama, kedua dengan yang kedua demikian seterusnya. Berkata si tuan rumah kami setuju saja, cuma kita tidak bisa berkumpul sebelum ada acara perkawinan, karena perbuatan itu bertentangan dengan ajaran agama dan merupakan perbuatan jinah.
Rupanya si tamu sudah tidak sabar menahan keinginan untuk menikah, sehingga langsung bertanya kapan kita menikah dan siapa yang menikahkannya? jawab si tuan rumah yang mengawinkan ialah Balian Ranggan.
Mereka dikawinkan oleh Balian Ranggan di balai dan mereka mohon diri untuk pulang setelah dinikahkan. Sesampainya di rumah sang istri memasak nasi sedikit, lalu berkata sang suami delapan bersaudara katanya, kalau memasak seperti ini tidak cukup untuk kami, bahkan saya sendiri 50 kali ini belum cukup, lalu berkata sang istri, nanti kita lihat kenyataannya. Setelah nasi masak sang suami ada yang mau meloncat untuk mengambil nasi. Kata sang istri kakak harus sabar, sebab ini tidak boleh dimakan sebelum dipersembahkan kepada Nining Bahatara, agar apa yang kita makan akan memberikan kekuatan dan kebahagiaan. Rupanya anak Jukut Garumbang Balakang yang bernama; Dara Kaasa, Dara ka Dua, Dara Katalu, Dara Kaempat, Dara Kalima, Dara Kaenam, Dara Katujuh, Dara Kadalapan atau Kabungsu adalah pengikut Balian Ranggan. Hanya saja mereka melaksanakan sampai batas bahihimpat (kalau di Bali disebut yajna sesa). Selesai bahihimpat mereka delapan bersuami istri makan bersama-sama, tapi baru makan sedikit suami mereka sudah berhenti dan berkata sudah sangat kenyang. Berkata istrinya nah kak katanya nasi kita ini tidak cukup, tapi nyatanya masih tersisa.
Mereka semua mempersiapkan segala sesuatunya untuk melaksanakan upacara Aruh, dan setelah semua telah siap mereka pergi ke rumah Balian Ranggan dan memohon agar dilaksanakan upacara Aruh, di sana Balian Ranggan langsung memberikan pelajaran selengkapnya, kepada mereka delapan bersuami-istri upacara Aruh. Balian Ranggan Lanang (laki-laki) mengajari si suami tentang tata cara bahundangan, cara mengerjakan Aruh, bahiaga dan sebagainya. Sedangkan Balian Ranggan Wadun (perempuan) mengajari istri-istrinya tentang cara bersaji, bapatati dan sebagainya. Dan suami mereka langsung dicacaki kapur (diksa) oleh Balian Ranggan, sebagai tanda bahwa mereka sah sebagai balian, yang nantinya menyampaikan ajaran-ajaran agama pada umat manusia sekalian.
Upacara Aruh sudah selesai dilaksanakan dan menantu Jukut Garumbang Balakang telah sah menjadi Balian (balian badangsanak walu). Lalu berkata Balian Ranggan pada istri balian yang bersaudara delapan, bahwa suami mereka adalah putra dari Datu Turun Angin yang tidak mengenal Upacara Aruh, sehingga mereka makannya sangat banyak yang menyebabkan mereka dijauhkan ke hutan oleh orang tuanya. Tetapi sekarang suamimu tidak seperti dulu lagi dan dia sudah seperti manusia biasa. Jadi, sejak hari ini kata Balian Ranggan kalianlah yang meneruskan ajaran-ajaran ini kepada umat manusia, bahwa setelah selesai panen sebelum dimakan dan sebagainya mesti diaruhi, sebagai tanda terima kasih pada Nining Bahatara. Persembahan ini cukup setahun sekali, tetapi kalian mesti selalu ingat pada Beliau untuk mohon petunjuk dan penerangan dalam kehidupan. Aku sejak hari ini tidak akan bersama kalian lagi, sebab aku bulik ke balai balian tujuh tingkat tujuh ruang dan tingkat yang kedelapan disebut balai basundan (Moksa), sekaligus menunggu para pengikutku dan harian orang pang aruh. Tetapi bila kalian mengendaki aku datang, aku akan datang. Kalian dapat memanggilku dengan cara membakar menyan dan dahupa, namun di sini aku tidak berwujud, hanya saja mariap bulu. Ajaran Balian telah lengkap kuberikan, maka sejak hari ini pula kalian delapan bersuami istri tidak berkumpul sebagaimana biasanya, tapi menyebar kedelapan penjuru mata angin. Dengan sekejap mata balian Ranggan sudah tidak ada, sebelum berpisah mereka delapan bersaudara bersuami istri, sama-sama mengeluarkan air mata sambil mengucapkan maaf dan ampun apabila selama berkumpul ada kata-kata yang tidak berkenan di hati, dan mereka bertekad menjalankan ajaran agama dengan baik, seperti melaksanakan Upacara Aruh setiap tahun.
Ke delapan bersaudara ini tumbuh semakin besar dan makannyapun semakin banyak, sehingga menyebabkan kedua orang tuanya tidak mampu lagi memberi mereka makan. Melihat kenyataan ini lalu Maha Raja Kalih dan istrinya berunding, untuk mencari jalan keluarnya, yakni guna menjauhkan putra-putra mereka dari mereka. Hal ini mengingat makannya yang luar biasa, sangat banyak sehingga hasil panen padi yang berlimpah ruah dari perladangan seluas delapan buah gunung delapan buah sungai yang seharusnya cukup untuk beberapa tahun, hanya dimakan beberapa hari sudah habis. Oleh karena itu, pada suatu hari sang ayah mengajak putra-putranya berburu ke dalam hutan, dan mereka terus saja berjalan menuju arah barat atau kepaguguran. Sudah masuk jauh ke dalam hutan perjalanan merekapun semakin jauh masuk ke dalam hutan, dan setelah diperkirakan putranya tidak ingat dengan jalan menuju pulang, maka sang ayahpun pulang sendirian. Sesampai di rumah karena sang istri bertanya mana anak kita? jawab sang suami mereka aku sesatkan, sehingga kita tidak perlu susah payah lagi, memikirkan bagaimana cara memberi mereka makan.
Terkait dengan upacara Aruh, sebenarnya Maharaja Kalih belum mengenal adanya Upacara Aruh dan tidak mengenal ajaran Nini Balian Ranggan sebagaimana yang telah beliau ajarkan kepada pengikutnya.
Diceritakan putra-putra Maha Raja Kalih yang ditinggal ayahnya di dalam hutan, setelah hari menjelang sore mereka berkumpul delapan bersaudara dengan membawa hasil buruannya masing-masing. Diantaranya ada yang bertanya dimanakah kita ini salah seorang menjawab entahlah aku juga tidak tahu, dan ada salah seorang lagi bertanya ayah kita kemana? Lalu kata Pamunggal Munggu apakah kakak semua tidak ada yang mengetahui atau mengerti tentang maksud ayah mengajak berburu ke hutan ini? dijawab oleh saudara-saudaranya tidak kami tidak mengetahuinya. Pamunggal Munggu berkata kalau memang diantara kalian tidak ada yang tahu sekarang saya jelaskan tentang maksud ayah membawa kita ke dalam hutan adalah untuk menjauhkan kita, karena orang tua kita tidak sanggup memberi kita makan, mengingat makan kita sangat banyak. Tetapi ini telah menjadi kehendak Nining Bahatara, jika tidak tidak mungkin kita semua lupa dengan jalan menuju pulang. Kemudian mereka sepakat untuk tinggal di sana mereka membuat api dengan cara memukulkan besi dengan batu yang keras, guna menghangatkan badan dan memasak daging hasil buruan. Di damping itu mereka juga membuat gubuk sebagai tempat tinggalnya di dalam hutan. Pendek kata pekerjaan delapan orang bersaudara ini hanya berburu saja dan dagingnya dimasak dengan dipanggang supaya awet.
Setiap daging hasil buruan tersebut dimasak dengan dipanggang supaya tidak cepat membusuk, keesokan harinya delapan bersaudara ini pergi berburu dan setelah pulang mereka masing-masing mencari daging panggang guna menutup perut yang sudah lapar.
Pada suatu hari setelah pulang dari berburu, perut mereka lapar dan mereka ingin mengambil daging yang sudah dimasak sebagimana biasanya,tetapi ternyata semua daging pangang mereka telah habis tidak tersisa. Sedikitpun, hal ini menimbulkan rasa heran dari ke delapan bersaudara ini, tetapi salah seorang berkata kita semua harus sabar dan biar daging yang baru kita dapat hari ini kita masak untuk makan hari ini dan untuk persediaan besok. Keesokan harinya mereka kembali pergi berburu ke dalam hutan, dan sore harinya mereka baru pulang, sesampai di gubuk, mereka kembali kaget karena daging panggang semua panggangan kembali habis tanpa sisa tanpa diketahui siapa yang mengambilnya. Kemudian mereka delapan bersaudara sepakat untuk menunggu secara bergantian menurut urutan lahir.
Mendapat tugas jaga pertama ialah Angin Panambai, tapi apakah yang terjadi, ternyata sampai pada hari keenam atau orang keenam mendapat tugas jaga sama sekali tidak ada yang berani menunggu, dan mereka semua lari, sehingga setelah saudaranya yang bertujuh pulang dari perburuan dengan kondisi perut yang sangat lapar ditambah lagi harus mencari saudaranya yang tidak ada di tempat, sedangkan dagingnya pun terus saja hilang tanpa sisa. Setelah ditanya mengapa mereka lari dan semuanya memberi jawaban yang serupa yaitu diperkirakan jam 12 siang, dari arah barat terdengar suara seperti angin topan yang sangat hebat, kayu kedengaran seperti tumbang dan berjatuhan, namun setelah dilihat ke arah bunyi tersebut pohon sedikitpun tak ada yang bergerak. Mereka merasa sangat takut yang, sehingga memutuskan untuk lari.
Sekarang sampilah pada saudaranya yang ketujuhya yaitu Pemapas Haip yang mendapat tugas jaga, Pemapas Haip setelah mendengar suara seperti pengalaman kakaknya terdahulu, iamemperhatikan sumber suara tersebut yang ternyata semakin dekat bunyi tersebut semakin kecil, dan muncul manusia yang berbadan berkulit besar dan hitam. Melihat pemandangan ini timbullah rasa takut, sehingga ia mencari perlindungan sambil memperhatikan dari jauh, manusia berbadan besar berkulit hitam tersebut langsung menuju kepanggangan daging dan memakukannya ke belakang badanya. Ternyata di belakangnya ada tempat tersedia tempat dan setelah itu ia kembali ke arah datangnya bunyi tersebut. Setelah diperkirakan aman barulah Pemapas Haip kembali ke gubuk.
Di dalam gubuk berkatalah adiknya Pamunggal Munggu, katanya kakak semua sudah mendapat tugas jaga dan besok tibalah giliranku untuk jaga. Jadi dalam menjalankan tugas yang berat ini, aku memohon doa restu dari kakak semua, sehingga dapat menjalankan tugas dengan baik dan selamat. Iya jawab kakak-kakaknya, pada saat Pamunggal Munggu yang mendapat giliran menjaga gubuk mereka tiba-tiba terdengar seperti angin topan yang amat hebat, dan benar apa yang dikatakan kakaknya Pamapas Haip tentang makhluk besar hitam yang datang dan langsung menuju ke tempat panggangan daging diletakkan dan memasukkannya ke belakangnya. Berkatalah Pamunggal Munggu, kek untuk apa membawa daging kami?, maka terkejutlah makhluk tersebut mendengar suara menegurnya, jawabnya oh cucu untuk Aruh, kalau begitu bolehkan saya membantu memasukkan daging itu ke belakangmu kek? mari kek saya membantu memasukannya, tetapi setiap ia membantu memasukkan daging tersebut dicampurnya dengan sepotong kayu yang berisi api. Sambil memasukkan daging ia bertanya, kakek ini siapa dan kemana pulangnya? jawab si makhluk “ih cu kenapa terasa panas?, karena baru diangkat dari panggangan kek, setelah daging tersebut habis, kakek itu memohon diri menuju ke arah datangnya semula. Awas dalam hati Pamunggal Munggu kalau api yang di belakangmu menyala baru tahu rasa pencuri biadab, kemudian Pamunggal Munggu berkeinginan untuk menyusulnya, tapi tiba-tiba ia dikejutkan oleh bunyi halilintar membelah bumi, lalu disusul, dengan suara menggelegar ternyata Jukut Garumbang Balakang mati terbakar. Nah kata Pamunggal Munggu, sekarang kamu telah menerima balasan yang setimpal dari perbuatan jahatmu.
Pamunggal munggu kemudian terus berjalan karena ingin tahu tempat asal makhluk tersebut, ternyata tampak olehnya dari jauh di tengah ladang ada sebuah balai, sesampai di halaman balai ia bertanya katanya bolehkah sekarang saya mampir?, kemudian disahuti oleh yang punya balai katanya silahkan masuk!, maka masuklah Pamunggal Munggu dan disambut dengan cara yang sangat hormat sekali. Dalam hati Pamunggal Munggu sungguh tidak disangka bahwa pemilik balai adalah wanita semua, apalagi si tuan rumah sangat ramah dan cantik yang memperlihatkan senyumnya yang menusuk perasaan setiap orang yang memandangnya. Dengan tidak sengaja bertanyalah Pamunggal Munggu, katanya ding dimanakah ayahmu? jawab salah satu dari mereka ayah kami pergi mencari daging ke dalam hutan, karena kami akan melaksanakan Aruh, akan tetapi sampai sekarang belum juga kembali, sedangkan biasanya pukul 12.00 siang sudah datang dengan membawa daging yang sudah matang. Dalam hati Pamunggal Munggu ayah kalian takkan pernah kembali karena telah meninggal dunia dan ternyata yang mengambil daging kami setiap hari adalah ternyata ayah mereka.
Pembicaraan diantara mereka terus berlanjut dan setelah saling mengenal, maka si tamu (Pamunggal Munggu) mengutarakan maksudnya untuk melamar mereka delapan bersaudara. sekaligus juga melamarkan kakak-kakaknya. Hal ini mengingat mereka sama-sama bersaudara delapan orang, dan pasangannya menurut urutan lahir. Berkatalah si punya balai yang paling bungsu, kaka ini memang pandai mengatur dan seandainya kakak sendiri tak ada pasangan bagaimana?, andaikata aku tidak ada pasangan tentu saja tidak mungkin kita dipertemukan oleh Nining Bahatara.
Hari hampir sore dan Pamunggal Munggu sebelum mohon diri berkata saya akan datang, besok kami ke sini kita untuk memperkenalkan kakak-kakak saya sekaligus menentukan hari perkawinan, Pamunggal Munggu mohon diri. Beberapa saat sesampai di tempat tinggalnya, dari jauh kedengaran kakak-kakaknya sudah pulang dari perburuan. Baru di lihat oleh kakaknya bahwa daging sedikitpun tak ada yang tersisa, maka kakak-kakanya menertawakan Pamunggal Munggu dengan maksud mengejek adiknya yang ditugaskan menjaga daging. Pamunggal Munggu berkata, tenang dulu jangan senang menertawakan dan mengejek aku seperti itu, akan ku ceritakan segala pengalaman ku hari ini, baik mengenai pertemuannya dengan Jukut Garumbang Balakang, maupun dengan putri-putrinya yang berjumlah delapan orang yang kesemuanya belum menikah. Mendengar cerita tersebut, maka tambah ramailah gelak tawa kakak-kakaknya semua bahkan ada yang meloncat kegirangan dan ia sambil berkata dasar beruntung bertuah adik kita.
Keesokan harinya pergilah Pamunggal Munggu bersama kakak-kakaknya ke tempat dimana putri-putrinya Jukud Garumbang Belakang itu tinggal, sesampai di sana mereka diterima dengan sopan dan hormat.
Mereka disuguhi panginangan, si tuan rumah bertanya pada si tamu tentang maksud kedatangannya, jawab si tamu bahwa kedatangannya ingin menyambung pembicaraan adiknya kemarin, bahwa kedatanganya ingin melamar adik semua untuk kami jadikan istri. Kami sepakat tentang pasangan kita menurut urutan lahir yaitu: anak pertama dengan anak pertama, kedua dengan yang kedua demikian seterusnya. Berkata si tuan rumah kami setuju saja, cuma kita tidak bisa berkumpul sebelum ada acara perkawinan, karena perbuatan itu bertentangan dengan ajaran agama dan merupakan perbuatan jinah.
Rupanya si tamu sudah tidak sabar menahan keinginan untuk menikah, sehingga langsung bertanya kapan kita menikah dan siapa yang menikahkannya? jawab si tuan rumah yang mengawinkan ialah Balian Ranggan.
Mereka dikawinkan oleh Balian Ranggan di balai dan mereka mohon diri untuk pulang setelah dinikahkan. Sesampainya di rumah sang istri memasak nasi sedikit, lalu berkata sang suami delapan bersaudara katanya, kalau memasak seperti ini tidak cukup untuk kami, bahkan saya sendiri 50 kali ini belum cukup, lalu berkata sang istri, nanti kita lihat kenyataannya. Setelah nasi masak sang suami ada yang mau meloncat untuk mengambil nasi. Kata sang istri kakak harus sabar, sebab ini tidak boleh dimakan sebelum dipersembahkan kepada Nining Bahatara, agar apa yang kita makan akan memberikan kekuatan dan kebahagiaan. Rupanya anak Jukut Garumbang Balakang yang bernama; Dara Kaasa, Dara ka Dua, Dara Katalu, Dara Kaempat, Dara Kalima, Dara Kaenam, Dara Katujuh, Dara Kadalapan atau Kabungsu adalah pengikut Balian Ranggan. Hanya saja mereka melaksanakan sampai batas bahihimpat (kalau di Bali disebut yajna sesa). Selesai bahihimpat mereka delapan bersuami istri makan bersama-sama, tapi baru makan sedikit suami mereka sudah berhenti dan berkata sudah sangat kenyang. Berkata istrinya nah kak katanya nasi kita ini tidak cukup, tapi nyatanya masih tersisa.
Mereka semua mempersiapkan segala sesuatunya untuk melaksanakan upacara Aruh, dan setelah semua telah siap mereka pergi ke rumah Balian Ranggan dan memohon agar dilaksanakan upacara Aruh, di sana Balian Ranggan langsung memberikan pelajaran selengkapnya, kepada mereka delapan bersuami-istri upacara Aruh. Balian Ranggan Lanang (laki-laki) mengajari si suami tentang tata cara bahundangan, cara mengerjakan Aruh, bahiaga dan sebagainya. Sedangkan Balian Ranggan Wadun (perempuan) mengajari istri-istrinya tentang cara bersaji, bapatati dan sebagainya. Dan suami mereka langsung dicacaki kapur (diksa) oleh Balian Ranggan, sebagai tanda bahwa mereka sah sebagai balian, yang nantinya menyampaikan ajaran-ajaran agama pada umat manusia sekalian.
Upacara Aruh sudah selesai dilaksanakan dan menantu Jukut Garumbang Balakang telah sah menjadi Balian (balian badangsanak walu). Lalu berkata Balian Ranggan pada istri balian yang bersaudara delapan, bahwa suami mereka adalah putra dari Datu Turun Angin yang tidak mengenal Upacara Aruh, sehingga mereka makannya sangat banyak yang menyebabkan mereka dijauhkan ke hutan oleh orang tuanya. Tetapi sekarang suamimu tidak seperti dulu lagi dan dia sudah seperti manusia biasa. Jadi, sejak hari ini kata Balian Ranggan kalianlah yang meneruskan ajaran-ajaran ini kepada umat manusia, bahwa setelah selesai panen sebelum dimakan dan sebagainya mesti diaruhi, sebagai tanda terima kasih pada Nining Bahatara. Persembahan ini cukup setahun sekali, tetapi kalian mesti selalu ingat pada Beliau untuk mohon petunjuk dan penerangan dalam kehidupan. Aku sejak hari ini tidak akan bersama kalian lagi, sebab aku bulik ke balai balian tujuh tingkat tujuh ruang dan tingkat yang kedelapan disebut balai basundan (Moksa), sekaligus menunggu para pengikutku dan harian orang pang aruh. Tetapi bila kalian mengendaki aku datang, aku akan datang. Kalian dapat memanggilku dengan cara membakar menyan dan dahupa, namun di sini aku tidak berwujud, hanya saja mariap bulu. Ajaran Balian telah lengkap kuberikan, maka sejak hari ini pula kalian delapan bersuami istri tidak berkumpul sebagaimana biasanya, tapi menyebar kedelapan penjuru mata angin. Dengan sekejap mata balian Ranggan sudah tidak ada, sebelum berpisah mereka delapan bersaudara bersuami istri, sama-sama mengeluarkan air mata sambil mengucapkan maaf dan ampun apabila selama berkumpul ada kata-kata yang tidak berkenan di hati, dan mereka bertekad menjalankan ajaran agama dengan baik, seperti melaksanakan Upacara Aruh setiap tahun.
Sabtu, 08 Mei 2010
Raja Uju Hakanduang
Raja Uju Hakanduang adalah tujuh wujud kekuatan atau manifestasi Ranying Hatalla Langit yang mengatur dan mengendalikan alam semesta untuk kelangsungan kehidupan. Nama-nama Raja Uju Hakanduang sebagai berikut:
1. Janjalung Tatu Riwut mempunyai tugas mengendalikan semua arah mata angin yang akan digunakan oleh manusia.
2. Gambala Rajan Tanggara mempunyai tugas yg sama dengan Janjalung Tatu Riwut yaitu ikut memelihara dan mengendalikan semua arah mata angin.
3. Sangkaria Nyaru Menteng mempunyai tugas mengendalikan Petir dan guntur.
4. Raja Tuntung Tahaseng mempunyai tugas melihat dan memelihara serta mengendalikan nafas kehidupan bagi manusia.
5. Tamanang Tarai Bulan mempunyai tugas menyimpan dan memelihara semua harta pendapatan yang didapatkan oleh manusia dalam hidupnya dan yang tidak dapat dipakai lagi karena sudah terlalu lama. Nantinya pada saat manusia meninggal, semua harta kekayaanya itu d'kembalikan lagi.
6. Raja Sapanipas mempunyai tugas memperhatikan dan memelihara kehidupan manusia.
7. Raja Mise Andau mempunyai tugas untuk memperhatikan dan menghitung jumlah waktu atau siang dan malam bagi kehidupan setiap manusia.
1. Janjalung Tatu Riwut mempunyai tugas mengendalikan semua arah mata angin yang akan digunakan oleh manusia.
2. Gambala Rajan Tanggara mempunyai tugas yg sama dengan Janjalung Tatu Riwut yaitu ikut memelihara dan mengendalikan semua arah mata angin.
3. Sangkaria Nyaru Menteng mempunyai tugas mengendalikan Petir dan guntur.
4. Raja Tuntung Tahaseng mempunyai tugas melihat dan memelihara serta mengendalikan nafas kehidupan bagi manusia.
5. Tamanang Tarai Bulan mempunyai tugas menyimpan dan memelihara semua harta pendapatan yang didapatkan oleh manusia dalam hidupnya dan yang tidak dapat dipakai lagi karena sudah terlalu lama. Nantinya pada saat manusia meninggal, semua harta kekayaanya itu d'kembalikan lagi.
6. Raja Sapanipas mempunyai tugas memperhatikan dan memelihara kehidupan manusia.
7. Raja Mise Andau mempunyai tugas untuk memperhatikan dan menghitung jumlah waktu atau siang dan malam bagi kehidupan setiap manusia.
Nama-Nama Bulan
Nama-nama Bulan menurut ajaran Kaharingan (Bulan Langit) :
1. Bulan Pahareman (Januari);
2. Bulan Karak Karayan (Februari);
3. Bulan Kikis Galang Batu (Maret);
4. Bulan Hewan Kayu (April);
5. Bulan Kekei Rewa (Mei);
6. Bulan Tagalan (Juni);
7. Bulan Bawau (Juli);
8. Bulan Balik (Agustus);
9. Bulan Kidam/Kajang Nguak (September);
10. Bulan Lining Mata (Oktober);
11. Bulan Gantung Sendok (Nopember);
12. Bulan Getem (Desember).
1. Bulan Pahareman (Januari);
2. Bulan Karak Karayan (Februari);
3. Bulan Kikis Galang Batu (Maret);
4. Bulan Hewan Kayu (April);
5. Bulan Kekei Rewa (Mei);
6. Bulan Tagalan (Juni);
7. Bulan Bawau (Juli);
8. Bulan Balik (Agustus);
9. Bulan Kidam/Kajang Nguak (September);
10. Bulan Lining Mata (Oktober);
11. Bulan Gantung Sendok (Nopember);
12. Bulan Getem (Desember).
Langganan:
Postingan (Atom)